10 Jan 2010

Menantu Perempuan VS Mertua Perempuan

Bagi sebagian pasangan, permasalahan hubungan antara menantu dengan mertua seringkali menjadi pemicu timbulnya konflik antara suami dengan istri atau sebaliknya.

beberapa saran yang harus dipertimbangkan :

1. Mulailah berdamai dengan diri sendiri

Berdamai dengan diri sendiri artinya menciptakan suasana tenang dalam diri sendiri dan membuang berbagai pikiran negatif yang muncul. Adapun cara-cara yang bisa dilakukan adalah:

*Ambil jarak dengan cara mengurangi jumlah pertemuan atau bila perlu tidak bertemu sama sekali untuk sementara waktu
*Alihkan pikiran secara total pada hal-hal lain yang lebih positif , misalnya urusan anak/cucu, suami, rumah, pekerjaan, dan terutama ibadat (mendekatkan diri pada Tuhan).

2. Interospeksi Diri

Setelah suasana hati menjadi lebih tenang dan dapat berpikir dengan lebih jernih, mulailah memeriksa diri mengapa masing-masing (mertua dan menantu) bersikap saling menyebalkan – terlepas dari apa yang dipermasalahkan. Tanyakan pada diri anda sendiri apakah selama ini anda selalu mencari pembenaran atas segala tindakan yang anda lakukan terhadap mertua/menantu daripada melihat suatu masalah secara obyektif? Tidak adakah hal-hal positif atau masa-masa indah yang telah dilalui bersama-sama? Apakah untung ruginya jika terus-terusan bermasalah dengan mertua/menantu?

Lakukan introspeksi diri secara mendalam. Ingatlah bahwa setiap perselisihan pasti melibatkan lebih dari satu orang dan dalam hal ini tidak ada yang tidak bersalah. Oleh karena itu, jika sebelumnya anda cenderung memikirkan setiap hal secara negatif dan selalu menyalahkan orang lain, cobalah sekarang belajar sedikit demi sedikit melihat permasalahan secara obyektif. Mulailah dengan mengubah pola pikir anda. Ingatlah ungkapan yang mengatakan: “change your thoughts and you change your world”. Selain itu cobalah belajar untuk tidak menghakimi atau menilai orang lain dengan nilai-nilai yang ada dalam diri sendiri. Sebab jika cara seperti itu yang anda gunakan maka akan sulit bagi anda untuk memulai inisiatif penyelesaian masalah dengan mertua/menantu. Mother Teresa pernah mengatakan “If you judge people, you have no time to love them”

3. Mulailah belajar untuk memahami beberapa hal seperti:

*Setiap keluarga mempunyai budayanya sendiri-sendiri, begitu juga antara menantu dan mertua memiliki budaya keluarga yang berbeda atau bertolak belakang. Yang dimaksud dengan budaya keluarga disini adalah aturan, didikan, kebiasaan-kebiasaan, dan nilai-nilai yang berlaku dalam suatu keluarga. Semua itu tentu saja membentuk karakter, sikap, dan pembawaan individu dalam kesehariannya dan dalam menghadapi masalah. (lihat juga artikel: Pengaruh Keluarga Asal Terhadap Perkawinan)
*Meski dalam masyarakat kita ada pendapat bahwa bila sudah menikah dengan anaknya maka seorang menantu dianggap sebagai anak oleh sang mertua dan bila menikah dengan seseorang berarti menikah juga dengan keluarganya, namun hal itu tidak boleh dilihat secara mutlak dan terjadi secara instant. Dalam kenyataan, komunikasi antara menantu–mertua mungkin tidak akan sebebas antara anak–orangtua. Artinya ada hal-hal yang harus tetap dijaga oleh pihak menantu dalam berinteraksi dengan mertua dan sebaliknya. Dengan demikian kedua pihak tidak boleh saling memaksakan kehendak untuk diakui sebagai anak (bagi menantu) atau pun dianggap sebagai orangtua (bagi mertua). Haruslah disadari bahwa untuk sampai pada tahap seperti itu pasti dibutuhkan waktu untuk saling menyesuaikan diri dan saling memahami.
* Sebagai individu yang tentu memiliki berbagai kekurangan, maka seorang menantu atau mertua tentu pernah melakukan kehilafan atau kesalahan dalam proses berinteraksi. Hal tersebut tentu tidak serta merta harus dilihat sebagai suatu ancaman atau serangan. Tindakan atau sikap yang salah tersebut jika ditelaah secara obyektif mungkin juga pernah ditunjukkan oleh orang tua sendiri (bagi menantu) atau anak sendiri (bagi mertua). Oleh karena itu, seorang menantu atau mertua harus mampu melihat dan memahami permasalahan secara obyektif.

4. Jangan mudah terpancing dengan informasi atau gosip yang diberikan oleh pihak ketiga. Jika mendapat pengaduan dari pihak ketiga mengenai sang mertua/menantu – terlepas dari kepentingan si pihak ketiga – ingatlah bahwa besar kemungkinan ada kata-kata yang hilang atau ditambahkan yang menyebabkan sebuah informasi jadi melenceng dari maksud aslinya. Dalam menyikapi hal seperti ini maka alangkah baiknya jika informasi yang diterima langsung dikonfirmasikan ke pihak yang bersangkutan.

5. Jika anda membutuhkan orang lain untuk “curhat”, maka pastikan orang tersebut benar-benar dapat dipercaya. Jangan sampai apa yang anda sampaikan pada orang tersebut justru menyebar ke pihak lain. Jika memang anda tidak yakin untuk bisa mempercayai kerabat atau pun teman anda, maka carilah orang-orang yang memang memiliki kompetensi dalam membantu penyelesaian masalah anda. Orang-orang tersebut misalnya konselor perkawinan, psikolog maupun psikiater. Dengan melakukan curhat atau konsultasi pada orang-orang tersebut, maka semua rahasia anda pasti akan terjaga dengan baik. Selain itu anda pun akan dibantu dalam mencarikan solusi atas permasalahan yang sedang dihadapi.

Akhir kata… “when it is impossible to change others, you must change yourself” (Jika tidak mungkin mengubah orang lain, Anda harus mengubah diri sendiri), tentu saja dalam konotasi positif. Namun perlu diingat bahwa dibutuhkan kerendahan hati dan kesabaran untuk menyadari, mengakui, dan menerima kekurangan-kekurangan diri sendiri, serta mengerti dan menerima kekurangan-kekurangan orang lain. Yang pasti, semua proses ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

hmmm, mungkin inilah yang arus aku pelajarin sebelum memutuskan untuk berumah tangga. :-)

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:
Free Blog Templates